![]() |
Foto : Pancang pengumuman yang dibuat Yayasan Fort de Kock Bukittinggi. |
Bukittinggi - Sejalan dengan seluruh pelaksanaan eksekusi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di lahan tanah dengan sertipikat No.655, lalu berkenaan dengan serah terima sejumlah uang dari pihak Yayasan Fort De Kock kepada pemilik tanah pasca putusan pengadilan maka pihak Yayasan berhak menguasai dan mengelola atas tanah untuk penunjang kegiatan perkuliahan di kampus.
Dalam amar putusan pengadilan menyatakan, pelaksanaan eksekusi putusan yang menghukum Para Tergugat untuk melaksanakan serta melanjutkan kembali seluruh Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanggal 23 November 2005, dilegalisasi oleh Hj. Tessi Levino, SH, Notaris di Bukittinggi dengan Nomor 150/D/X1/2005 secara penuh dan tuntas sesuai dengan hukum berlaku. Kemudian diganti dengan eksekusi pembayaran sejumlah uang sebesar Rp. 1.243.800.000, (Satu milyar dua ratus empat puluh tiga juta delapan ratus ribu rupiah) yang dihitung dari nilai jual harga Tanah sesuai PPJB diatas yaitu sebesar Rp. 225.000,- (dua ratus dua puluh lima ribu rupiah) x 5528 M2 sesuai Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) yang dituangkan putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi Kelas IB Nomor 28/Pdt.G/2019/PN Bkt tanggal 11 Maret 2020 jo Putusan Pengadilan Tinggi Padang Nomor 68/PDT/2020/PT PDG tanggal 28 Mei 2020 jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2108 K/Pdt/2022 tanggal 28 Juli 2022.
Foto: Kuasa Hukum FDK bersama Pemilik tanah yang lama, Syafri St Pangeran tunjuk batas tanah.
Hal ini disampaikan oleh Kuasa Hukum Yayasan Fort De Kock, Didi Cahyadi Ningrat, SH, saat memantau kerja operator ekskavator yang sedang meratakan lahan tanah sertipikat no. 655 di Universitas Fort De Kock, pada Jumat, 18 November 2022.
"Memang objek tanah ini sesegera mungkin akan dimanfaatkan dan akan dibangun gedung baru untuk penunjang perkuliahan atau proses belajar mengajar, sarana prasarana olahraga, termasuk juga akan dibuat gedung lahan parkir. Pembangunan ini sesuai dengan kebutuhan, baik kebutuhan yayasan maupun kebutuhan kampus," ucap Didi Cahyadi Ningrat.
Sebelumnya kami bersama pemilik tanah sudah melakukan proses penerbitan sertifikat baru atas objek tanah yang sudah berlangsung jual-beli di kantor Badan Pertanahan Nasional. Persoalan sertifikat tanah nomor 655 masih di Pemerintah Kota Bukittinggi, itu permasalahan lain yang tidak ada kaitannya dan persoalan yang menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional.
"Kita tetap mengajukan permohonan pengukuran tunjuk batas objek tanah yang sesuai dengan sertipikat kemudian proses pembatalan sertipikat hak milik yang saat ini masih dikuasai oleh Pemko Bukittinggi dan menerbitkan hak baru atas nama yayasan," kata Didi.
Foto: Pekerja menggunakan ekskavator sedang meratakan lahan diatas tanah sertipikat hak milik nomor: 655 .
Meskipun pada prinsipnya PPJB adalah tidak mengakibatkan beralihnya hak kepemilikan, namun jika mengacu pada Lampiran Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA 4/2016, poin 7, peralihan hak atas tanah berdasarkan PPJB secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan iktikad baik.
Dengan demikian, lanjut Didi, salah satu jika persyarat tersebut terpenuhi, PPJB adalah juga merupakan bukti peralihan hak atas tanah.
Sementara itu, Kepala Kantor BPN Bukittinggi, Desrizal, saat dikonfirmasi terkait upaya Yayasan Fort de Kock untuk menerbitkan sertifikat baru pada Selasa, 22 November 2022, mengatakan bahwa memang pengacara beliau pernah datang dan konsultasi dengan kawan-kawan BPN.
"Kami sudah terangkan sama pengacara, apa-apa saja proses yang harus di lalui dan apa persyaratannya di samping putusan pengadilan," kata Desrizal.
Namun demikian, tambahnya, berkas-berkas persyaratan untuk penerbitan sertipikat baru dari pihak Yayasan Fort de Kock belum ada yang masuk ke BPN Bukittinggi. (*)