![]() |
Bukittinggi - Jelang pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif, Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Presiden pada tahun 2024, diharapkan adanya pengawasan dan partisipasi masyarakat untuk menciptakan pemilu yang berkualitas.
Pengawasan pemilu dari masyarakat dinilai sangat penting karena menentukan kualitas Pemilu tersebut. Tidak hanya bisa diukur dari aspek adminstrasi, partisipasi saja tetapi prosesnya berlangsung sesuai dengan aturan, adil, luber dan jujur.
Hal tersebut disampaikan oleh Syaiful Anwar, Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Andalas Padang saat acara Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif yang diadakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bukittinggi di salah satu hotel ternama di Kota Bukittinggi, pada Senin, 15 Mei 2023.
Menurutnya, salah satu partisipasi masyarakat dalam pemilu kedepan adalah, masyarakat selaku pemilik hak pilih harus mengetahui tahap penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
"Apakah namanya terdaftar di DPS dan DPT di Komisi Pemilihan Umum, masyarakat harus tau," ujar Syaiful.
Lanjut Syaiful, pemilu yang berlangsung di Sumatera Barat ini biasanya lebih dikenal dengan Pemilu Badunsanak. Artinya meskipun kita memiliki pilihan yang berbeda-beda tetapi persaudaraan tetap harus terjaga dan damai.
"Hasil yang berkualitas itu tidak hanya bisa diukur dari aspek adminstrasi, partisipasi saja tetapi prosesnya berlangsung sesuai dengan aturan, adil, luber dan jujur. Sehingga aspirasi masyarakat tersalurkan sesuai dengan keinginan yang disampaikan," kata Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Andalas.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Akademisi Universitas Negeri Padang (UNP), Dosen Fakultas Ilmu Sosiologi, Eka Vidya Putra menambahkan bahwa dalam menyikapi pesta demokrasi yang akan berlangsung pada tahun 2024, masyarakat harus memiliki kesadaran bahwa bumi, air, tanah dan segala isinya ini adalah milik rakyat yang di kelola oleh Negara.
"Artinya masyarakat sedikit banyak harus memahami aturan-aturan tentang pemilu yang seharusnya aturan itu besar keberpihakan kepada masyarakat," ungkap Eka.
Foto: Eka Vidya Putra, Akademisi UNP, Dosen Fak Ilmu Sosiologi.
Sehingga masyarakat memahami dan sadar bahwa calon-calon yang akan dipilihnya nanti itu adalah calon pemimpin yang betul-betul berjuang demi kepentingan pengelolaan bumi, air, tanah beserta isinya untuk kepentingan masyarakat.
Pentingnya pengawasan dan partisipasi dari masyarakat ini setidaknya mengurangi rasa keraguan atau trauma masa lalu terhadap yang diwakili atau yang dipilihnya sebagai Anggota DPRD, DPD, DPR RI, Pemimpin Daerah atau Pemimpin Negara, karena beberapa sebab akibat.
"Nah yang berkembang di masyarakat adalah aturan formal tidak sejalan dengan kebiasaan di masyarakat. Misalnya, aturan formalnya melarang kegiatan ini sementara di kebiasaan masyarakatnya tidak melarang. Contohnya politik uang, bagi-bagi sembako, bagi-bagi jilbab atau kaos, dan lain-lain. Ini kebiasaan yang dilarang oleh aturan," kata Eka dalam acara Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif.
Lanjut Eka, sehingga antara regulasi dan kebiasaan yang terjadi sering tumpang tindih atau dilanggar karena kebiasaan masyarakat.
"Bukan berarti aturan pemilu kita yang sekarang tidak baik tetapi semestinya aturan pemilu ini tidak bisa di multi tafsirkan," ungkapnya.
"Seperti yang berkembang sekarang ini, apakah nanti pemilihan legislatif tertutup atau terbuka. Masak kita bikin aturan disaat pertandingan sedang berlangsung. Ini artinya-kan masih multi tafsir regulasinya," tegas Dosen Ilmu Sosiologi UNP.
Makanya, tidak sedikit di sebagian masyarakat masih ada berpikir bahwa pesta demokrasi di pemilu mendatang hanya sebatas menjalankan Undang-Undang di Republik ini, karena selama ini masyarakat sering mendapatkan kesadaran palsu. (*)