![]() |
Foto Istimewa: Walikota Bukittinggi, Erman Safar. |
Bukittinggi - Maraknya polemik kasus dugaan inses (hubungan sedarah adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga yang dekat) akhir-akhir ini menjadi perhatian masyarakat Kota Bukittinggi.
Hal tersebut viral pasca Walikota Bukittinggi Erman Safar menyampaikan saat acara Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Anak di Rumah Dinas, pada Rabu lalu (21/6/2023).
Menurut sebagian masyarakat Kota Bukittinggi, polemik ini diduga akibat belum dipastikan kebenaran fakta/peristiwa inses sehingga menjadi perhatian sebagian besar masyarakat Indonesia bahkan ke Mancanegara. Meskipun demikian, polemik ini sudah dalam penyelidikan pihak Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bukittinggi untuk ditelusuri kebenarannya.
Salah satu tokoh masyarakat Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kota Bukittinggi, Fery Chofa, pada Sabtu, (15/07) menyatakan, sebelum diketahui kebenaran peristiwa tersebut selayaknya Walikota bertabayyun. Tujuan tabayyun terhadap suatu berita yang didengar maupun diketahui mempunyai efek yang sangat besar terhadap masyarakat. Karena pengaruh berita ini dapat membentuk opini masyarakat terhadap sesuatu akan menjadi baik dan atau buruk.
"Meskipun demikian sudah viral, yang saya dengar sudah ditangan polisi. Kita berharap dan percayakan pihak kepolisian untuk mengusut kasus ini secara profesional," kata Fery.
Lanjut Ketua LKAAM Bukittinggi, polemik lain juga pernah dilayangkan Walikota terkait bantuan anggaran penggali kubur atau penyelenggara jenazah.
"Dalam konteks Islam dan etik serta masyarakat adat nagari di Minangkabau, bahwa profesi penggali kubur dan penyelenggara jenazah di pandam kuburan kaum itu tidak ada, justru ini fardhu kifayah," tegasnya.
Fardhu kifayah artinya kewajiban yang apabila dilakukan oleh sebagian orang, maka gugurlah kewajiban bagi umat Islam lainnya. Fardhu kifayah dalam merawat jenazah adalah mulai dari memandikan, mengkafani, mensalatkan, dan menguburkan.
"Artinya, kegiatan ini sebenarnya menjadi sebuah kewajiban umat Islam jika ada warga disekitar yang mengalami kemalangan. Ketika sudah dijadikan profesi yang ada anggarannya, maka dikhawatirkan akan menjadi polemik baru ditengah masyarakat khususnya yang memiliki pandam kuburan kaum akibat kebijakan ini," ucapnya.
Tambah Fery, termasuk sebelumnya, juga ada kebijakan Walikota Bukittinggi tentang full day school atau sekolah selama 5 hari. Secara tidak langsung menghilangkan budaya anak nagari yang pergi mengaji ke MDA/MDTA usai pulang sekolah dan merayakan qatam qur'an setelah lulus belajar mengaji.
"Kita sudah sampaikan semua ini ke pemerintah kota dan kita ingin menjadi penyeimbang terkait kebijakan-kebijakan Walikota Bukittinggi," pungkasnya.
Sementara itu diruang terpisah, Anggota DPRD Kota Bukittinggi dari Fraksi Nasdem, Asril menyampaikan bahwa terkait dengan masalah inses sudah menjadi perhatian masyarakat luas. Pendapat saya ini sebagai anggota DPRD ya, bukan pendapat lembaga.
"Kita harus memegang prinsip praduga tidak bersalah, apalagi sudah ditindaklanjuti oleh kepolisian. DPRD tidak memiliki kewenangan untuk justifikasi maka tunggulah proses hukum yang sedang berlangsung," ungkapnya.
Namun demikian, kita menyayangkan sebagai masyarakat yang berlandaskan prinsip Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Seharusnya tidak perlu mengumbar suatu yang sensitif apalagi baru dugaan terjadi pelanggaran adat, agama dan atau hukum.
"Yang kita perlukan adalah penanganan atau actionnya dalam bentuk aturan, kapan perlu dianggarkan. Kira-kira apa yang dibutuhkan baru kita bicarakan penyelesaian masalahnya. Harusnya kita diskusikan dulu ditingkat kebijakan, diredam dulu bukan diungkapkan," sebut Asril.
"Kasus ini kan sensitif, apalagi bicara aib saudara kita, ya tidak perlu disampaikan kepada orang lain. Apalagi belum tentu benar kejadian ini. Nah, untuk itu kita perlu tabayyun dulu. Ini yang merusak prinsip ABS-SBK di ranah Minangkabau," tutup Asril. (*)