![]() |
Bukittinggi - Meski sudah ada Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) nomor 2108 K/Pdt/2022 pada tanggal 8 Juli 2022 yang Inkracht atau keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, polemik sengketa tanah antara Universitas Fort de Kock, Pemilik asal tanah (Syafri Sutan Pangeran) dengan Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi terus berlanjut.
Sengketa tanah tersebut berlanjut dengan adanya laporan pengaduan yang diajukan oleh Pemilik asal tanah, Syafri Sutan Pangeran dengan membuat laporan bahwa Pemko Bukittinggi telah menggelapkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 655, yang berlokasi di Kelurahan Manggis Ganting, SU Nomor 12/MG/2007/C S.No.117/2007 dengan luas 5528 M2, atas nama Syafri Sutan Pangeran di Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat (Sumbar).
Hal ini diakui oleh para pihak diantaranya Universitas Fort de Kock, pihak ATR/BPN Bukittinggi, pihak Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Bukittinggi yang sebelumnya pernah dimintai keterangan oleh pihak Polda Sumbar.
Menurut Pemimpin Yayasan Universitas Fort de Kock (UFDK), Zainal Abidin didampingi Abbas Kuasa Hukum UFDK, saat ditemui pada Rabu, (16/08) mengatakan bahwa itu hak Pak Syafri membuat laporan pengaduan.
"Yang jelas sesuai dengan putusan MA yang Inkracht bahwa berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanggal 23 November 2005, dilegalisasi oleh Hj. Tessi Levino, S.H. Notaris di Bukittinggi dengan Nomor 150/D/XI/2005, dinyatakan sah dan berlaku serta mengikat para pihak yang menandatanganinya dan pihak-pihak lain, wajib dilanjutkan secara penuh dan tuntas berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang selanjutnya telah dibayar lunas serta lahan di kuasai oleh FDK saat sekarang ini," ucapnya.
Lalu Abbas, Kuasa Hukum UFDK menambahkan, Akta Jual Beli (AJB) tahun 2007 atas SHM Nomor 655 antara Syafri Sutan Pangeran dengan Pemko Bukittinggi sesuai AJB di hadapan PPAT Camat Mandiangin Koto Selayan tahun 2007 batal Demi Hukum karena bertentangan dengan PP Nomor 2007 tentang perangkat daerah yang telah diganti dengan PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan selanjutnya dibatalkan karena putusan Inkracht pengadilan karena dinyatakan sebagai pembeli tidak mempunyai itikad tidak baik bahkan telah dipidana oleh Perkara Tipikor.
Setelah itu Syafri Sutan Pangeran mengajukan surat permohonan ke BPN untuk diterbitkan Hak Guna Bangunan atas nama Yayasan Fort Dek Kok Bukittinggi diatas SHM No. 655, pada tanggal 20 Januari 2023.
Lalu, Pemko Bukittinggi melalui Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Perkim) Kota Bukittinggi melanjutkan permohonan proses Sertipikasi Tanah Aset Pemerintah Kota Bukittinggi pada tanggal 2 Mei 2023.
"Meskipun demikian, bukti-bukti dan syarat administratif pendukung kepemilikan yayasan FDK yang sah sudah kami serahkan ke BPN Bukittinggi agar segera diterbitkan HGB-nya," terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkim Kota Bukittinggi, Rahmat AE didampingi Sekretaris Dinas Perkim Bukittinggi, Roza Wahyuni mengaku bahwa Dinas Perkim sudah pernah diminta keterangan di Polda Sumbar terkait sengketa tanah UFDK.
Menurut Rahmat, tidak hanya Dinas Perkim, termasuk Kuasa Hukum Pemko, Pak Isra Yonza dan inspektorat Pemko Bukittinggi juga sudah pernah diminta keterangan.
"Sebenarnya kami memahami hasil putusan pengadilan pak, bahwa pengadilan memenuhi sebagian permohonan penggugat. Kami hanya mempertahankan aset pemko Bukittinggi yang sudah tercatat di Kartu Inventaris Barang (KIB) A di Pemerintahan. Tanah ini-kan dibeli pakai uang negara nih pak," ucapnya.
Kata Rahmat, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri dan MA bahwa AJB kita masih sah dan belum dibatalkan. Untuk membatalkan AJB itu harus melalui putusan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kalau memang ada yang gugat lalu ada perintah PTUN harus diserahkan sertipikat ya kita serahkan, pak. Bukan kita mau tahan-tahan atau yang berkembang diluar bahwa Pemko tidak mendukung dunia pendidikan," ujarnya.
Selanjutnya Rahmat AE menambahkan, betul memang ada upaya Pemko ke BPN untuk melanjutkan proses sertipikat karena alas hak kita sudah memenuhi syarat. Kalau-pun ada yang kurang masih bisa kita selesaikan tapi karena masih berperkara dengan FDK, maka BPN minta agar diselesaikan dulu," pungkasnya.
"Meski ada laporan pengaduan dari Pak Syafri di Polda, kami belum membuat laporan balik terhadap Syafri karena masih tunggu hasil dari laporan dari Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Rencana KPK akan gelar kasus setelah mengumpulkan data dari beberapa pihak. Ini berkaitan masalah aset pak," tegas Rahmat.
Menyikapi polemik sengketa tanah yang terus berlanjut, Kepala Kantor ATR/BPN Bukittinggi, Desrizal menyarankan kepada kedua belah pihak segera menyelesaikan sengketa tanah ini dengan jalan terbaik. Meskipun masing-masing pernah mengajukan permohonan ke BPN untuk mendapatkan hak-haknya namun harus clean and clear dulu.
"Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional baik di Nomor 16 dan Nomor 18 Tahun 2021 diantaranya tentang mengajukan permohonan hak, alas hak dan lain-lain jelas disitu. Harus clear and clean dulu, artinya lahan harus bebas dari perkara," tegasnya.
Lanjut Desrizal, buktinya kita pun BPN Bukittinggi tidak luput diminta keterangan oleh pihak Polda Sumbar. Sudah dimintai keterangan juga kita.
"Saran saya, kalau bisa masing-masing pimpinan yang bersengketa mencari win-win solution. Sekiranya bisa juga melibatkan instansi lain dalam hal ini, Jaksa, Polisi, Pengadilan bahkan KPK. Agar ketika ada solusi yang terbaik dan tidak menimbulkan dampak hukum baru bagi kedua belah pihak," kata Desrizal. (*)