Ada Apa Pasca Putusan MA, Tanah di Kuasai Fort De Kock Sementara Pemko Bukittinggi Masih Kuasai Sertipikat

Hukum17 Views

Bukittinggi – Problematik sengketa perdata yang melibatkan Universitas Fort de Kock (UFDK) dengan Pemilik asal tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 655 (Syafri St Pangeran) bersama Pemerintah Kota Bukittinggi, dinilai masih belum tuntas.

Sengketa yang berawal dari Pengadilan Negeri (PN), lalu Pengadilan Tinggi (PT) hingga keluar Putusan Mahkamah Agung (MA) dengan nomor 2108 K/Pdt/2022 yang berkekuatan hukum tetap, masih berpolemik seputar sah atau tidak sahnya Akta Jual Beli (AJB) dibanding dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang sah menurut putusan MA.

Faktanya, atas dasar putusan MA, akhirnya UFDK harus mengeksekusi dengan cara menyelesaikan PPJB dengan pemilik tanah, sehingga UFDK menguasai tanah perkara dengan pagar pembatas namun tidak disertai dengan sertipikat. Hal ini disebabkan karena sertipikat masih dikuasai Pemko Bukittinggi akibat adanya keyakinan bahwa AJB dengan pemilik asal tanah sebelumnya masih dianggap sah.

Sengketa perdata tersebut menuai pendapat Akademisi Fakultas Hukum Universitas UM-Sumbar, Dr. Wendra Yunaldi, SH, MH, hari Rabu lalu, (24/04). Menurut Wendra, Putusan Mahkamah Agung (MA) dengan nomor 2108 K/Pdt/2022 yang berkekuatan hukum tetap, semua pihak yang berperkara harus patuh dan tunduk pada putusan.

Baca Juga  Dekan FH UM-Sumbar: Sekda Bukittinggi Tidak Paham Hukum Perkara UFDK Vs Pemko Bukittinggi, Problemnya Apa Sertipikat Diserahkan?

Kemudian, sengketa tanah tersebut, dinilai semakin rumit dengan adanya laporan pengaduan yang diajukan oleh pemilik asal tanah, Syafri Sutan Pangeran, bahwa Pemko Bukittinggi telah menggelapkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 655 yang berlokasi di Kelurahan Manggis Ganting, SU Nomor 12/MG/2007/C S.No.117/2007 dengan luas 5528 M2, atas nama Syafri Sutan Pangeran di Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar).

Pelaporan ini terjadi pasca Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) nomor: 2108 K/Pdt/2022 pada tanggal 8 Juli 2022 yang Inkracht, terkait sengketa tanah antara Universitas Fort de Kock (UFDK) dengan pemilik asal tanah (Syafri Sutan Pangeran) bersama Pemko Bukittinggi.

Untuk perkara ini, Wendra berpendapat bahwa jika UFDK merasa dirugikan bisa mengajukan gugatan pidana terhadap Pemko Bukittinggi karena menguasai sertipikat tanpa hak (Perbuatan Melawan Hukum).

Baca Juga  Sekda Pemko Bukittinggi: Tidak Ada Lagi Urusannya dengan UFDK, Sertipikat Aset Pemko Dasarnya AJB Masih Sah

“Secara hukum-kan sudah eksekutorial dan sudah di eksekusi oleh UFDK dengan menyelesaikan PPJB. Persoalannya cuma sertipikat saja, dan ada 2 pilihan,” ucap Wendra.

Eksekutorial adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.

“UFDK bisa melaporkan para pihak secara pidana karena menguasai sertipikat tanpa hak. Bisa juga melakukan permohonan sertipikat ulang ke BPN atas dasar putusan pengadilan,” katanya.

Lanjut Wendra, apa dasarnya, dan atas kepentingan apa Pemko Bukittinggi menahan sertipikat ketika sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap? Padahal dulu waktu kampanye, salah satu visi misi erman safar, seingat saya akan mendukung Perguruan Tinggi.

“Kalau mendukung pembangunan Perguruan Tinggi, ya serahkan saja sertipikat meskipun ada konsekuensi kerugian negara muncul. Itu bukan salah pemerintahan pada zaman dia yang sekarang, justru pejabat pemerintah pada zaman Pak Djufri-kan. Tinggal buat surat penyerahan sertipikat atas dasar menjalankan perintah pengadilan, kan gak salah,” pungkasnya.

Baca Juga  Yayasan FDK Punya Kepentingan Tapi Pemko Bukittinggi Lebih Punya Kepentingan Tentang Asetnya

Benarkah AJB Masih Sah Dibandingkan PPJB?

Ketika ditanya Jurnalis, Bagaimana pendapat anda, jika alasan Pemko Bukittinggi menahan sertipikat karena merasa AJB masih sah?

Lanjut Wendra, berdasarkan putusan pengadilan bahwa menolak permohonan kasasi yang diajukan pemohon kasasi adalah Pemko Bukittinggi, maka secara otomatis apapun permohonan kasasi yang diajukan oleh pemohon kasasi batal demi hukum.

Lalu dalam putusan, PPJB dinyatakan sah dan Pemko Bukittinggi dinyatakan sebagai pembeli yang tidak beritikad baik.

“Kalau begitu rasional putusan biasanya batal dengan sendiri-nya. Ketika itu rasionalitas putusan hukum, maka dengan sendirinya AJB tidak sah,” tegas Wendra.

Atau sebaliknya, tambah Wendra, sebenarnya langkah hukum bisa juga dilakukan Pemko di pengadilan. Pemko Bukittinggi juga bisa melakukan gugatan terhadap penjual tanah atas kerugian negara yang muncul. (*)

Comment